Senin, 20 Oktober 2008

Cinta, Energi atau Perasaan?

C I N T A

Setiap orang punya dorongan untuk mencari makna hidupnya. Ada yang baru merasa berarti bila disayang oleh orang lain. Ada juga yang baru puas bila berhasil mengalahkan orang lain. Yang lain lagi mendapatkan kenikmatan melalui pengorbanan bagi kepentingan orang lain. Cinta adalah dorongan untuk mencapai makna hidup.

Saya sedang sibuk membujuk ponakan saya. Dia menangis karena kucingnya tak mau diajak main bola. Tiba-tiba lengking tangisnya disaingi oleh nyaringnya bunyi klakson mobil. Saya tahu itu klakson mobil Durmi. Saya gendong keponakan saya dan lari membuka pintu pagar. Durmi menolak untuk masuk. Justru saya yang diajak keluar, "Ayo, ikut yang lain sudah menunggu."
"Menunggu? Menunggu siapa?"
"Ya menunggu kamu. Memangnya mau tunggu siapa lagi."
"Lho, ini sebetulnya ada urusan apa?" tanya saya masih bingung. Ponakan saya pun ikut bingung. Untuk sementara ia hentikan tangisnya.
"Kamu mau saya ajak untuk mendengarkan diskusi tentang cinta,” Durmi menjelaskan dengan penuh ketegasan.
"Oh. Begitu toh.” Saya mulai paham. Bingung saya agak berkurang. Tapi rupanya ponakan saya lebih cepat pulih dari bingungnya. Dia mulai menangis lagi. Saya ke dalam, menyerahkan dia pada pengasuhnya. Lalu tanpa bersolek saya segera mengukuti Durmi. Pergi menemui teman temannya. Mereka mau diskusi tentang Cinta.
Durmi membawa saya ke hotel Sari Pasifik. Di kamar 734, saya disambut oleh Rapka. "Selamat pagi, senang sekali Anda bersedia datang," kata-katanya sangat formal. "Kenalkan dulu teman-teman lain. Ini Pintra, dia seorang akuntan, dan yang ini Ngastian, drop out fakultas hukum yang sekarang jadi penyair. Kalau Durmi kan sudah Anda kenal."
Saya sambut jabatan tangan mereka dengan senyum ala kadarnya sambil mendengarkan penjelasan lanjutan dari Rapka. "Kami mau diskusi tentang Cinta dan mengharapkan kesediaan Anda untuk membuatkan notulasinya. Seperti biasa. Dan kami harapkan Anda tidak ikut bicara supaya tidak menambah kekacauan."
"Hem," saya mendengus mendengar keterangan itu. "Saya kok tidak melihat Wasis. Mengapa dia tidak diajak. Rasanya diskusi ini akan kurang seru tanpa hadirnya orang yang bisa pura-pura bego.”
Rapka tidak menggubris tanggapan saya. Sebaliknya dia lalu melanjutkan bicaranya. "Sebelum kita mulai saya mau tanya. Kalian masing-masing mau pesan minuman atau makanan apa? Sambil bicara dia langsung memutar nomor room service. Kami sebutkan hidangan favorit kami dan diskusi pun dimulai.

Rapka: Saudara-saudara, terima kasih untuk kehadiran saudara. Saya ingin memulai diskusi ini dengan mengajukan pandangan saya dan kemudian meminta saudara-saudara memberikan tanggapan... Saya mengamati bahwa orang sering sekali menganggap bahwa cinta adalah perasaan. Saya menentang pandangan umum itu. Bagi saya, cinta bukanlah perasaan. Cinta adalah penyebab dari perasaan. Cinta itu sendiri adalah sebuah keinginan, sebuah pengharapan. Kalau harapan itu berhasil diperoleh maka kita akan merasa senang, dan kalau tidak tercapai kita merasa sedih, atau kecewa. Kita juga mungkin marah, khawatir, dan sebagainya. Nah, marah, sedih, takut, gembira dan sebagainya, itulah yang merupakan perasaan. Dan cinta adalah salah satu penyebab perasaan itu.

Ngastian: Saya tetap menganggap cinta itu perasaan. Sedih dan sebagainya memang perasaan. Tapi jangan lupa bahwa ada juga perasaan-perasaan lain seperti rasa lapar, rasa kedinginan, rasa pegal linu, rasa jemu dan seterusnya. Perasaan-perasaan seperti ini juga mendorong orang untuk melakukan suatu tindakan yang ada tujuannya. Dan bila tindakannya tidak membawa hasil, dia juga bisa merasa sedih, marah, jengkel, dan sebagainya itu.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog