Senin, 20 Oktober 2008

INGAT kepentingan Sendiri

Jangan lupakan kepentingan sendiri (serial resep bijak 11)
Hari Minggu yang lalu rumah tetangga saya kebakaran. Dengan segala daya, saya berusaha menolongnya. Anak saya―yang baru saja keseleo―saya paksa lari maraton 457 meter ke tempat telepon umum. "Telepon pemadam kebakaran, suruh mereka datang dengan empat puluh mobil," teriak saya kepada anak yang berjalan terseok-seok itu. Lalu saya masih mengambil sebatang rotan untuk memecuti pembantu saya yang kelihatannya ogah-ogahan dalam memberikan bantuan. Semua ini cukup menunjukkan betapa bersemangatnya saya untuk menolong tetangga yang malang itu. Anda mungkin heran mengapa saya begitu baik hati. Tetapi Anda mungkin tersenyum masam kalau tahu jalan pikiran saya, "Kalau rumah tetangga jadi abu, apa rumah saya bukan jadi arang?"
Niat untuk menolong, memang tidak selamanya tanpa pamrih. Mengapa Susi begitu baik hati meminjamkan catatannya kepada kawan yang tidak masuk? Tidak lain karena ia berharap kawannya nanti sudi menjelaskan hal-hal yang tidak ia pahami. Kenapa Tuan Abu tidak keberatan meminjamkan uang kepada tetangganya? Karena Tuan Abu ini mengharapkan bunganya. Tetapi, terlarangkah untuk memberi bantuan dengan juga mengharapkan imbalan? Bukankan dari pihak yang menerima bantuan tidak terasa adanya suatu kerugian? Bukankah tidak jarang orang memang bersedia memberikan sesuatu untuk membalas pertolongan yang telah diterimanya?
Kita memang boleh saja menolong orang lain dengan mengharapkan suatu imbalan, walaupun yang ini tidak termasuk pertolongan yang sejati. Kita akan bisa mengerti kalau orang yang menawarkan diri untuk membantu pekerjaan rumah tangga, berarti dia minta gaji. Kalau ada orang yang pekerjaannya memberikan kredit, tentunya dia mengharapkan bunganya. Hanya sekali lagi, yang ini bukanlah pertolongan yang murni, melainkan pencaharian untuk kelangsungan hidup, seperti yang dilakukan montir-montir mobil, pelayan-pelayan hotel, kuli-kuli pelabuhan, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya orang memang harus memikirkan kepentingan dirinya juga dan bukan hanya kepentingan orang lain. Itulah sebabnya kalau pun kita akan menolong orang, kita juga harus memikirkan kepentingan diri sendiri. Menghadapi orang yang membutuhkan bantuan uang, tidak berati kita harus menjual rumah. Menghadapi orang yang butuh darah, tidak harus kita habiskan semua darah dalam tubuh kita sehingga akhirnya kita mati.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog