Senin, 20 Oktober 2008

Jangan Gendong Si Pincang

Si Pincang jangan digendong ke puncak gunung
Adik Anda bukan anak yang cerdas. Tapi Anda ingin ia sukses di sekolah. Tiap hari Anda bantu dia mengerjakan “pe-er”-nya. Anda pecahkan celengan Anda agar dia dapat ikut les pada guru-guru yang top. Hasilnya, dia naik kelas. Tetapi, di kelas yang baru ini ia semakin menemukan kesulitan. Anda harus makin giat membantu dia. Sekarang Anda harus menjual sepeda Anda agar dia bisa naik ke kelas berikutnya. Dia memang naik, tetapi di kelas ini semakin menjadi-jadi kesulitan yang dia hadapi, dan semakin berat perjuangan Anda untuk membantunya. Setiap kali Anda berhasil mengantarnya ke jenjang yang lebih tinggi, setiap kali pula dia menemukan kesulitan yang lebih besar dan setiap kali pula Anda harus lebih giat membantunya.
Akhirnya, akan tiba saatnya Anda kewalahan dalam membantunya. Akan tiba saatnya dia harus berdiri sendiri. Dia tidak sanggup, sementara untuk mundur pun ia mengalami kesulitan. Anda ibarat menggendong orang pincang ke puncak gunung. Satu waktu Anda kecapekan, dan dia akan terhampas tanpa daya.
Contoh di atas mengajarkan untuk tidak membantu orang miskin memperoleh kredit untuk membeli mobil mewah. Mungkin uang muka dan cicilan di bulan-bulan pertama dan kedua masih dapat ia lunasi. Tetapi kemudian pembayarannya akan macet, dan selain mobil itu disita kembali, ia pun tidak dapat meminta uang yang telah ia bayarkan. Menolong orang hendaknya dengan mengingat akibat-akibat yang mungkin ditimbulkan. Akibat ini bisa merugikan orang itu sendiri, dan juga bisa merugikan orang-orang lain. Misalnya saja kalau Anda menolong teman yang sakit-sakitan untuk terpilih menjadi pemain inti tim basket sekolah yang akan tur ke berbagai kota. Di tengah jalan penyakitnya mungkin menyebabkan batalnya semua rencana. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ingatlah baik-baik resep ini: Jangan bantu orang lain mencapai sesuatu di luar batas kemampuannya.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog