Memutuskan dan Memecahkan Masalah
Kreasi: R. Matindas
1. Pada dasarnya masalah muncul bila ada perbedaan antara Keinginan dan Kenyataan. Kita tidak akan mempunyai masalah bila semua yang kita inginkan segera menjadi kenyataan.
2. Setiap orang yang mengaku punya masalah seharusnya mampu mengatakan apa yang menjadi keinginannya. Jika orang tidak tahu apa yang diinginkannya, tidak akan ada titik awal untuk menyelesaikan masalah.
3. Karena keinginan seseorang bisa berbeda dari keinginan orang lain, maka keadaan yang merupakan masalah bagi seseorang, bisa saja bukan masalah bagi orang lain. Disamping itu, sesuatu yang dipermasalahkan oleh seseorang boleh jadi adalah hal yang tidak sepatutnya dipermasalahkan. Dalam hal ini kita sering harus bertanya, "Apakah yang diinginkan adalah sesuatu yang memang dibutuhkan (harus dicapai)."
4. Karena itu prinsip utama dalam memecahkan masalah adalah mengusahakan agar kenyataan menjadi sama dengan keinginan, khususnya keinginan yang memang merupakan keharusan.
5. Menyamakan kenyataan dengan keinginan dapat ditempuh dengan dua cara. Yang pertama adalah mengubah kenyataan dan yang kedua adalah mengubah keinginan. Cara yang kedua sering kali lebih sulit, karena umumnya keinginan datang tanpa diundang. Walaupun sulit, sering kali jauh lebih bijaksana untuk mengubah keinginan, terutama jika yang diinginkan bukanlah sesuatu yang memang benar-benar dibutuhkan.
Bila kita menyadari bahwa keinginan tidak selalu harus dipenuhi, kita mungkin bisa lebih rasional dan berhasil mengubah keinginan yang tak layak itu.
6. Mengusahakan perubahan kenyataan dapat dicoba melalui berbagai cara. Namun semua cara melibatkan (1) penentuan tujuan, (2) perencanakan langkah langkah perlu dijalankan dan (3) pelaksanaan langkah-langkah yang telah direncanakan. Setelah tindakan dilaksanakan sering kali perlu diperiksa sejauh mana tindakan benar benar membawa perubahan sesuai dengan arah yang diharapkan.
7. Merencanakan langkah yang akan dijalankan, pada dasarnya adalah kegiatan Mengambil Putusan, dan hakekat mengambil putusan sebetulnya adalah menjatuhkan pilihan. Pilihan ini bisa pilihan yang bijaksana, tapi bisa juga pilihan yang membawa bencana.
8. Seringkali kita berhasil menjatuhkan pilihan pada alternatif terbaik yang tersedia, tetapi putusan yang dibuat tetap bukan putusan yang bijaksana. Biasanya hal ini disebabkan karena kita membatasi kegiatan memilih hanya pada alternatif yang sudah ada, dan tidak berusaha untuk menciptakan alternatif-alternatif lainnya. (Banyak gadis yang salah memilih suami karena mereka hanya memilih di antara calon yang ada, dan tidak berusaha memperluas pergaulan untuk menemukan calon-calon lainnya)
9. Tidak jarang kita merasa sudah tidak punya waktu untuk mengembangkan alternatif lain dan menganggap bahwa sudah waktunya untuk segera mengambil putusan. Dalam situasi seperti ini mungkin ada baiknya mengajukan pertanyaan: "Mana yang akibatnya lebih fatal, (a) menunda keputusan atau (b) mengambil putusan yang keliru.
10. Kesulitan memecahkan masalah seringkali berpangkal bukan pada kurangnya pemahaman terhadap ketiga butir uraian pada nomor 6 di atas, melainkan pada kegagalan mengenali kenyataan. Tidak jarang kita mengira kenyataannya adalah begini sementara sebetulnya kenyataannya adalah begitu.
11. Kesulitan memahami kenyataan adalah problem diagnosa. Dalam pengertian yang luas diagnosa adalah usaha mengenali kenyataan. Membuat diagnosa adalah membuat penilaian terhadap kenyataan, dengan kata lain membuat judgment.
12. Dalam ilmu manajemen diagnosa tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pengukuran. Pengukuran --dalam pengertian manajemen-- memang tidak persis sama dengan arti pengukuran dalam penggunaan sehari hari. Berikut ini beberapa contoh untuk menjelaskan makna pengukuran dalam ilmu manajemen.
a. Seorang tukang ingin tahu panjang sebuah meja. Ia menggunakan centimeter sebagai alatnya. Hasilnya adlah angka yang menunjukkan panjang meja yang bersangkutan. Si tukang mengukur panjang meja.
b. Dokter hewan ingin tahu suhu badan seekor kelinci. Ia menggunakan thermometer sebagai alat. Hasilnya adalah angka yang menunjukkan suhu badan kelinci itu. Dokter ini telah melakukan salah salah macam pengukuran lain.
c. Psikolog ingin tahu tingkat-kecerdasan kliennya. Ia menggunkan test psikologi sebagi alatnya. Hasilnya adalah angka yang menunjukkan tingkat kecerdasan kliennya. Si Psikolog juga telah melakukan kegiatan pengukuran.
d. Seorang manajer ingin tahu produktivitas karyawannya. Ia menggunakan alat tertentu, apapun alat itu. Hasilnya bisa berupa angka yang menunjukkan tingkat produktivitas karyawannya. Manajer ini pun melakukan kegiatan pengukuran.
e. Seorang pengusaha ingin tahu kepuasan para konsumennya. Ia harus menggunakan alat tertentu, dan hasilnya akan lebih baik kalau berupa angka yang menunjukkan tingkat kepuasan konsumennya
13. Contoh contoh di atas menunjukkan bahwa pengukuran adalah usaha untuk mengetahui tingkatan tertentu dari suatu variabel. Pada contoh di atas variabel-variabel yang diukur berturut turut adalah panjang meja, suhu badan kelinci, tingkat kercerdasan klien, produktivitas karyawan dan kepuasan konsumen. Daftar variabel ini masih dapat diperpanjang dengan antara lain : iklim organisasi, motivasi karyawan, efektivitas gaya kepemimpinan, tingkat birokrasi dan sebagainya. Untuk masing masing pengukuran diperlukan adanya perlatan tersendiri.
14. Jika pengukuran dilakukan pada variabel, maka diaganosa umumnya dilakukan untuk menyimpulkan sesuatu berdasarkan beberapa pengukuran. Mendiagnosa kondisi organisasi misalnya mungkin harus didahului dengan pengukuran terhadap berbagai aspek yang relevan dengan kondisi organasi seperti, motivasi karyawan, efisiensi stuktur organisasi, tingkat profitabilitas, laju pertukaran tenaga kerja (turn over) dan sebagainya.
15. Diagnosa yang keliru akan mengakibatkan penentuan tujuan yang juga keliru. Dan karena diagnosa dibangun berdasarkan pengukuran, maka dengan sendirinya pengukuran terhadap masing aspek kehidupan organisasi perlu dilakukan secara akurat. Semua ini menuntut adanya alat ukur yang dapat diandalkan.
16. Diagnosa tidak selamanya dilakukan semata mata untuk menyimpulkan kondisi organisasi. Diagnosa juga mungkin dilakukan untuk menyimpulkan --atau paling tidak memeperkirakan-- penyebab dari suatu masalah tertentu. Tapi, apapun tujuan diagnosa, selalu diperlukan bantuan alat ukur yang dapat diandalkan
17. Dengan bantuan alat ukur yang memadai, diagnosa terhadap berbagai dimensi kehidupan organisasi dapat bermanfaat antara lain untuk.:
a. Mengenali persoalan semu.
Sering kali kita mengira sedang menghadapi masalah, hanya karena kita tidak puas dengan kenyataan yang ada. Kita mungkin saja mengeluhkan keadaaan yang sebetulnya sama sekali bukan masalah, melainkan kenyataan yang harus diterima, karena memang tidak mungkin diubah, paling tidak untuk suatu kurun waktu tertentu. Persoalan semua juga bisa dirasakan, ketika kita menginginkan sesuatu yang tidak benar-benar harus dicapai. Jika kita terjebak pada usaha menyelesaikan persoalan semu, maka kita mungkin sekali menghabiskan banyak energi untuk hal yang tidak penting.
b. Mengidentifikasi inti persoalan
Melalui diagnosa yang teliti mungkin sekali ditemukan sumber yang lebih mendasar dari adanya berbagai gejala yang dikira hanya merupakan akibat dari hal hal yang perifer. Seringkali manajemen cukup jeli untuk melihat simptom simptom tertentu tetapi kurang peka terhadap problem yang mendasari munculnya simpton itu.
c. Mengidentifikasi potensi organisasi
Boleh jadi perusahaan memang tidak punya masalah. Diagnosa yang teliti membuka kemungkinan untuk menciptakan masalah yang positif. Diagnosa memungkin ornaisasi mengenali kekuatan kekuatannya dan atas dasar itu dapat disusun suatu target yang realistis. Tanpa benar benar menyadari kekuatan organisasi, target yang ditentukan mungkin sebetulnya terlalu rendah.
d. Mengidentifikasi inefisiensi
Seringkali manajemen tidak merasa ada masalah yang harus diatasi karena semua hal berlangsung sesuai dengan rencana dan keinginan. Tidak adanya masalah yang dirasakan, bisa juga terjadi karena adanya toleransi yang tinggi terhadap inefisiensi. Misalnya manajemen tidak merasa perlu menambah tenaga kerja karena pekerjaan selesai pada waktunya. Tapi tidak tertutup kemungkinan bahwa sebetulnya tenaga kerja yang ada bukan saja tidak perlu ditambah, melainkan sebetulnya masih bisa dikurangi tanpa perlu kuatir pekerjaan akan terbengkalai.
e. Mengidentifikasi problem potensial
Problem potensial adalah problem yang masih belum terasa. Ada dua kemungkinan utama mengapa problem itu belum muncul.
Yang pertama adalah karena problem yang bersangkutan adalah problem yang berkembnag dan membewsar dari waktu kewaktu. Inti probelem itu bisa berupa ketidak puasan yang makin lama makin meninggi, atau karena adanya sistim kerja yang efek negatifnya baru akan terasa setelah jangkja waktu yang panjang. Kesulitan yang lkebih besar ini dapat diatasi bila sebelum ketidak puasan itu mencapai titik batas toleransi manajemen lebih dahulu melakukan perbaikan.
Yang kedua adalah karena stimulus / rangsangan yang akan mendorong munculnya masalah masih belum dihadapi oleh para karyawan. Bayangkan jika sebuah organisasi bermaksud memberlakukan sistimpenggajian yang baru. Sebelum sistim ini diumumkan, mungkin tidak ada masalah. Masalah baru muncul jika sisitim telah diumumkan. Untuk mencegah hal ini, manajemen dapat melakukan pengumpulan pendapat mengenai tingkat penerimaan sistim baru itu sebeleum sistim itu diumumkan / diberlakukan. adanya sistim atau prosedur kerja yang dalam jangka panjang akan menimbulkan persoalan, atau adanya sikap negatif yang akan muncul bila kebijaksanaan baru diumumkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar